KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat. Sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan, baik kehidupan di dalam dunia ini dan lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak. Sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelumnya dan sesudahnya kami ucapkan kepada Dosen serta teman-teman sekalian yang telah membantu, sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari sekali bahwa didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangannya baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal aspek yang dibahas.
Harapan yang paling besar dari penyusun makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang lain. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan masa depan.
Wassalamualaikum Wr. Wb
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad-akad dalam muamalah. Di dalam makalah ini akan kita bahas mengenai akad wakalah (perwakilan), yang semuanya itu sudah ada dan diatur dalam al Qur’an, Hadist, maupun dalam kitab-kitab klasik yang telah dibuat oleh ulama terdahulu. Untuk mengetahui tentang hukum wakalah, sumber-sumber hukum wakalah, dan bagaimana seharusnya wakalah diaplikasikan dalam kehidupan kita.
Wakalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena wakalah dapat membantu seesorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih tetap berjalan seperti layaknya yang telah direncanakan. Hukum wakalah adalah boleh, karena wakalah dianggap sebagai sikap tolong-menolong antar sesama, selama wakalah tersebut bertujuan kepada kebaikan.
Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat kita rumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
Apa pengertian wakalah dan dasar hukumnya?
Apa saja rukun-rukun dalam wakalah?
Bagaimana praktek wakalah di masyarakat?
Bagaimana berakhirnya wakalah?
Bagaimana aplikasi wakalah di dalam kegiatan perbankan?
BAB II
WAKALAH
Pengertian Wakalah
Wakalah secara etimologi yang berarti al-hifdh pemeliharaan, al-Tafwidh penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Sedangkan secara terminologi wakalah adalah pemberi kewenangan atau kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus dilakukannya dan ia (penerima kuasa) secara syar’i menjadi pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan .
Menurut pandangan ulama, wakalah memiliki beberapa makna yang cukup berbeda. Berikut adalah pandangan dari para ulama:
Menurut Hashbi Ash Shiddieqy, wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan, yang pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak sebagai pengelola.
Menurut Sayyid Sabiq, wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
Ulama Malikiyah, wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya yang tindakan itu tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.
Menurut Ulama Syafi’iah mengatakan bahwa wakalah adalah suatu ungkapan yang mengandung suatu pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain supaya orang lain itu melaksanakan apa yang boleh dikuasakan atas nama pemberi kuasa.
Hal kaitannya dengan wakalah menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dalam Buku II. Bab I, pasal 20 ayat 19 bahwasannya wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu .
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun karena satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakil) itu adalah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila, atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain.
Ada beberapa jenis wakalah, antara lain:
Wakalah Muqayyadah (khusus), yaitu pendelegasian terhadap pekerjaan tertentu. Dalam hal ini seorang wakil tidak boleh keluar dari wakalah yang ditentukan. Maka melakukan perbuatan hukumnya secara terbatas.
Wakalah Mutlaqah, yaitu pendelegasian secara mutlak, misalnya sebagai wakil dalam pekerjaan. Maka seorang wakil dapat melaksanakan wakalah secara luas. Maka melakukan perbuatan hukumnya secara mutlak.
Dasar Hukum Wakalah
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi dan membutuhkan orang lain untuk menggantikan yang bertindak sebagai wakilnya. Dan Ijma para ulama telah sepakat telah membolehkan wakalah, karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong-menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan Rasul-Nya. Dalil yang dipakai untuk menunjukkan kebolehan itu, antara lain:
1.Al-Qur’an
Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 283:
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis. Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain. Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya. Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya. Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam surat al-Kahfi ayat 19 juga menjadi dasar al-wakalah yang artinya sebagai berikut:
Artinya: “Dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik. Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.”
Dalil lain dari Al-Qur’an dalam Surah An-Nisaa ayat 35 yang artinya:
Artinya: “dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
2.Hadist
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan Wakalah, diantaranya:
Hadits No. 903
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Allah berfirman: Aku menjadi orang ketiga dari dua orang yang bersekutu selama salah seorang dari mereka tidak berkhianat kepada temannya. Jika ada yang berkhianat, aku keluar dari (persekutuan) mereka." Riwayat Abu Dawud dan dinilai shahih oleh Hakim.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( قَالَ اَللَّهُ: أَنَا ثَالِثُ اَلشَّرِيكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ, فَإِذَا خَانَ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اَلْحَاكِمُ
Hadits No. 904
Dari al-Saib al-Mahzumy Radliyallaahu 'anhu bahwa ia dahulu adalah sekutu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sebelum beliau diangkat menjadi Rasul. Ketika ia datang pada hari penaklukan kota Mekkah, beliau bersabda: "Selamat datang wahai saudaraku dan sekutuku." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.
وَعَنْ اَلسَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ اَلْمَخْزُومِيِّ ( أَنَّهُ كَانَ شَرِيكَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَبْلَ اَلْبَعْثَةِ, فَجَاءَ يَوْمَ اَلْفَتْحِ, فَقَالَ: مَرْحَباً بِأَخِي وَشَرِيكِي ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَةَ
Hadits No. 90
Abdullah Ibnu Mas'ud Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku, Ammar, dan Sa'ad bersekutu dalam harta rampasan yang akan kami peroleh dari perang Badar. Hadits riwayat Nasa'i.
وَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رضي الله عنه قَالَ: ( اِشْتَرَكْتُ أَنَا وَعَمَّارٌ وَسَعْدٌ فِيمَا نُصِيبُ يَوْمَ بَدْرٍ ) اَلْحَدِيثَ رَوَاهُ النَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُ
Hadits No. 906
Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku akan keluar menuju Khaibar, lalu aku menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan beliau bersabda: "Jika engkau menemui wakilku di Khaibar, ambillah darinya 15 wasaq." Hadits shahih riwayat Abu shahih riwayat Abu Dawud.
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- ( قَالَ: أَرَدْتُ اَلْخُرُوجَ إِلَى خَيْبَرَ, فَأَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: إِذَا أَتَيْتَ وَكِيلِي بِخَيْبَرَ, فَخُذْ مِنْهُ خَمْسَةَ عَشَرَ وَسْقًا ) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ
Hadits No. 907
Dari Urwah al-Bariqy Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mengutusnya dengan uang satu dinar untuk membelikan beliau hewan qurban. Hadits Bukhari meriwayatkannya di tengah-tengah suatu hadits sebagaimana tersebut dalam hadits dahulu (No. 40)
وَعَنْ عُرْوَةَ الْبَارِقِيِّ رضي الله عنه ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مَعَهُ بِدِينَارٍ يَشْتَرِي لَهُ أُضْحِيَّةً ) اَلْحَدِيثَ رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ فِي أَثْنَاءِ حَدِيثٍ, وَقَدْ تَقَدَّمَ
Hadits No. 908
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Umar untuk mengambil zakat. Hadits Muttafaq Alaihi.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: ( بَعَثَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عُمَرَ عَلَى اَلصَّدَقَةِ ) اَلْحَدِيثَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Hadits No. 909
Dari Jabir Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyembelih 63 ekor dan menyuruh Ali Radliyallaahu 'anhu untuk menyembelih sisanya. Hadits diriwayatkan oleh Muslim.
وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم نَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ, وَأَمَرَ عَلِيًّا أَنْ يَذْبَحَ اَلْبَاقِيَ ) اَلْحَدِيثَ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Hadits No. 910
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu tentang kisah pelaku (zina), Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Pergilah, wahai Unais, menemui perempuan orang ini. Jika ia mengaku, rajamlah ia." Hadits. Muttafaq Alaihi.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه فِي قِصَّةِ اَلْعَسِيفِ. قَالَ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ( وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ عَلَى اِمْرَأَةِ هَذَا, فَإِنْ اِعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا ) اَلْحَدِيثَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ فِيهِ اَلَّذِي قَبْلَهُ وَمَا أَشْبَهَهُ
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Diantaranya adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lain. Merupakan contoh konkrit diakuinya al-wakalah di masa Nabi.
تَوْ كَيْلِهِ صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَ سَلَمَ عُمَرَو بْنَ أًمَيّةَ الصَّمِرِي فيِ نِكاَحِ اُمِّ حَبِيْبَةِ بِنْتِ
اَبِي سُفْيَانِ
“Rasulullah SAW telah mewakilkan dirinya kepada Umar bin Al Dhamiriy ketika melakukan akad nikah dengan Umi Habibah binti Abi Safyan.”
اَّنَّ رَسُوْلُ اللّه صَلَّى اللّه عَلَيهِ وَسَلَمَ بَعَثَ أَبَارَافِعٍ وَرَجُلا مِنَ الأَنَصَارِ فَزَوَّ جَاهُ مَيْمُو نَةَ بِنْتَ الحَا رِ ثِ
“Bahwasanya Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seseorang Anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti Al Harist .
Ijma’
Para ulama pun bersepakat dengan ijma’ atas diperbolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong-menolong atas dasar kebaikan dan taqwa. Tolong-menolong diserukan oleh Al-Qur’an dan disunahkan oleh Rasulullah. Allah berfirman :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (QS Al-Maidah:2)
Dan Rasulullah pun bersabda “Dan Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya” .
Rukun Dan Syarat Wakalah
Rukun wakalah adalah:
al muwakkil (orang yang mewakilkan/ melimpahkan kekuasaan)
al wakil ( orang yang menerima perwakilan)
al muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan)
Sighat (ucapan serah terima)
Menurut kelompok Hanafiah, rukun wakalah itu hanya ijab qabul. Ijab merupakan pernyataan mewakilkan sesuatu dari pihak yang memberi kuasa dan qabul adalah penerimaan amanat itu dari pihak yang diberi kuasa tanpa harus terkait dengan menggunakan sesuatu lafaz tertentu. Akan tetapi, jumhur ulama tidak sependirian dengan pandangan tersebut. Mereka berpendirian bahwa rukun dan syarat wakalah itu adalah sebagai berikut:
Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
Seseoarang yang mewakilkan, pemberi kuasa, disyaratkan memiliki hak untuk bertasharruf pada bidang-bidang yang didelegasikannya. Karena itu seseorang tidak akan sah jika mewakilkan sesuatu yang bukan haknya.
Pemberi kuasa mempunyai hak atas sesuatu yang dikuasakannya, disisi lain juga dituntut supaya pemberi kuasa itu sudah cakap bertindak atau mukallaf. Tidak boleh seorang pemberi kuasa itu masih belum dewasa yang cukup akal serta pula tidak boleh seorang yang gila. Menurut pandangan Imam Syafi’I anak-anak yang sudah mumayyiz tidak berhak memberikan kuasa atau mewakilkan sesuatu kepada orang lain secara mutlak. Namun madzhab Hambali membolehkan pemberian kuasa dari seorang anak yang sudah mumayyiz pada bidang-bidang yang akan dapat mendatangkan manfaat baginya.
Orang yang menerima perwakilan (Al-Wakil)
Penerima kuasa pun perlu memiliki kecakapan akan suatu aturan-aturan yang mengatur proses akad wakalah ini. Sehingga cakap hukum menjadi salah satu syarat bagi pihak yng diwakilkan.
Seseorang yang menerima kuasa ini, perlu memiliki kemampuan untuk menjalankan amanahnya yang diberikan oleh pemberi kuasa. ini berarti bahwa ia tidak diwajibkan menjamin sesuatu yang diluar batas, kecuali atas kesengajaanya,
Obyek yang diwakilkan.
Obyek mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa.
Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah seperti membayar zakat, sedekah, dan sejenisnya. Selain itu hal-hal yang diwakilkan itu tidak ada campur tangan pihak yang diwakilkan.
Tidak semua hal dapat diwakilkan kepada orang lain. Sehingga obyek yang akan diwakilkan pun tidak diperbolehkan bila melanggar Syari’ah Islam.
Shighat
Dirumuskannya suatu perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa. Dari mulai aturan memulai akad wakalah ini, proses akad, serta aturan yang mengatur berakhirnya akad wakalah ini.
Isi dari perjanjian ini berupa pendelegasian dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa.
Tugas penerima kuasa oleh pemberi kuasa perlu dijelaskan untuk dan atas pemberi kuasa melakukan sesuatu tindakan tertentu.
Berakhirnya Wakalah
Akad perwakilan berakhir dengan hal – hal berikut ini :
Kematian atau kegilaan salah satu dari dua orang yang berakad. Diantara syarat – syarat perwakilan adalah kehidupan dan keberadaan akal. Apabila terjadi kematian atau kegilaan maka perwakilan telah kehilangan sesuatu yang menentukan kesahannya.
Diselesaikan pekerjaan yang dituju dalam perwakilan. Apabila pekerjaan yang dituju telah selesai maka perwakilan tidak lagi berarti.
Pemecatan wakil oleh muwakil, meskipun wakil tidak mengetahuinya . Sementara menurut madzhab Hanafi, wakil harus mengetahui pemecatan. Sebelum dia mengetahui pemecatan, tindakan – tindakannya sama dengan tindakan – tindakannya sebelum pemecatan dalam semua hukum.
Skema Wakalah
Dalam skema wakalah akan lebih jelas diketahui posisi Bank syariah dan nasabah pengguna jasa Bank syariah. Bank syariah (wakil) mendapat kuasa dari nasabah (muwakil) untuk melakukan tugas atas nama pemberi kuasa.
Keterangan:
Nasabah dan investor melakukan kontrak dengan Bank syariah untuk melaksanakan pekerjaan atas permintaan nasabah dan investor.
Bank syariah mendapatkan fee atas pekerjaan yang dilakukan
Beberapa pelayanan jasa yang dapat dilakukan dalam akad wakalah antara lain: transfer, kliring, intercity clearing, collection, letter of credit, dan payment.
Aplikasi wakalah dalam Perbankan
Akad Wakalah dapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:
Transfer uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad Wakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya permintaan nasabah sebagai muwakkil terhadap bank sebagai wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank mengkreditkan sejumlah dana kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini :
Transfer uang melalui cabang suatu bank
Dalam proses ini, muwakkil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan wakil, namun bank tidak memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim. Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju tersebut.
Transfer melalui ATM
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari muwakkil kepada bank sebagai wakil. Dalam model ini, muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang kedua ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
Letter Of Credit Import Syariah
Letter Of Credit Import Syariah adalah surat pernyataan akan membayar kepada ekportir yang diterbitkan oleh Bank untuk kepentingan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah.
Akad untuk transaksi Letter of Credit Import Syariah ini menggunakan akad wakalah bil ujrah . Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan situasi yang terjadi. Akad wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
1. Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga pembayaran barang yang diimpor.
2. Importir dan Bank melakukan akad wakalah bil Ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor.
3. Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Letter Of Credit Eksport Syariah
Letter Of Credit Eksport Syari.ah adalah surat pernyataan yang akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh Banj untuk fasilitas ekport
Akad untuk transaksi Letter of Credit Eksport Syariah ini menggunakan akad wakalah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 35/DSN-MUI/IX/2002. Akad wakalah ini memiliki definisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport. Namun ada beberapa modifikasi dalam akad ini sesuai dengan sutuasi yang terjadi. Akad wakalah bil ujrah dengan ketentuan
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor.
Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam presentase.
Investasi Reksadana Syariah
Akad untuk transaksi Investasi Reksadana Syariah ini menggunakan akad Wakalah dan Mudharabah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 20/DSN-MUI/IV/2001. Akad Wakalah ini memiliki definisi dimana pemilik modal memberikan kuasa kepada manajer investasi agar memiliki kewenangan untuk menginvestasikan dana dari pemilik modal.
Asuransi Syariah
Akad untuk Asuransi syariah ini menggunakan akad Wakalah bil Ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 52/DSN-MUI/III/2006. Akad Wakalah bil Ujrah ini memiliki definisi dimana pemegang polis memberikan kuasa kepada pihak asuransi untuk menyimpannya ke dalam tabungan maupun ke dalam non-tabungan. Dalam model ini, pihak asuransi berperan sebagai Al-Wakil dan pemegang polis sebagai Al-Muwakil.
Pada hakikatnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat. Oleh karena itu, baik muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang yang mewakili) yang telah bekerja sama/ kontrak, wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan kewajibannya, saling percaya, dan menghilangkan sifat curiga dan beburuk sangka. Dan sisi lainnya wakalah terdapat pembagian tugas, karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjalankan pekerjaannya dengan dirinya sendiri.
Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap saling tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi orang yang sedang menganggur. Dengan demikian, si muwakkil akan terbantu dalam pekerjaanya, dan si wakil tidak kehilangan pekerjaanya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Akad Wakalah telah dapat diterapkan dalam Institusi Keuangan Islam di Indonesia. Fatwa untuk akad ini telah dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia NO: 10/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini akan mendukung perkembangan produk-produk keuangan Islam dengan akad Wakalah, yang mana akan mendukung pula perkembangan perbankan dan investasi Syariah di Indonesia.
Wakalah adalah suatu transaksi dimana seorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam pekerjaanya/ perkara ketika masih hidup. Ijma para ulama membolehkan wakalah karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Wakalah dianggap sah jika memenuhi rukun dan syaratnya.
Suatu pekerjaan boleh diwakilkan apabila dapat diakadkan oleh dirinya sendiri, artinya hukum pekerjaan itu dapat gugur jika digantikan. Adapun sesuatu yang tidak dapat diwakilkan yaitu yang tidak ada campur tangan dari perwakilan. Selain itu terdapat hak dan kewajiban yang harus diperoleh dan dijalankan dalam pelaksanaan wakalah ini, supaya tercapainya apa yang menjadi maksud dan tujuan diadakan suatu wakalah tersebut.
SARAN
Demikianlah makalah dari kami, dan yang tertuang dalam makalah ini, menurut kami bukanlah hal yang sempurna kebenarannya, akan tetapi ini adalah bagian dari proses pembelajaran menuju kebenaran. Oleh karena itu kami masih sangat mengharapkan saran dan kritik dari teman-teman yang berpartisipasi dan berperan aktif dalam forum diskusi ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Lathif, M.Ag., AH. Azharuddin, Fiqh Muamalat, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
Dr. Hj. Isnawati Rais, MA dan Dr. Hj. Hasanudin, Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011.
Prof. Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly, M.A., Drs. H. Ghufron Ihsan, M.A. dan Drs. Sapiudin Shidiq, M.A., Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010.
Ali., H. Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
http://al-badar.net/pengertian-hukum-rukun-dan-syarat-wakalah/
http://hatoliassamabsi.blogspot.co.id/2014/03/wakalah.html
http://lispedia.blogspot.com/2010/12/fiqh-muamalah-wadiah-wakalah-kafalah.html
http://telagafirdaus.blogspot.com/2009/12/fiqh-muamalah-wakalah-kafalah.html
http://viewislam.wordpress.com/2009/04/16/konsep-akad-wakalah-dalam-fiqh-muamalah/
http://nurulwijayablog.blogspot.co.id/2012/05/makalah-fiqh-muamalah-tentang-wakalah.html
http://alquran-sunnah.com/kitab/bulughul maram/source/7.%20Bab%20Jual%20Beli/9.%20Bab%20Syirkah%20dan%20Wakalah.html
http://fariskayosi.blogspot.co.id/2014/07/al-wakalah.html
http://fnoorrohman.blogspot.co.id/2014/05/hadits-tentang-wakalah.html
Tuesday, 19 July 2016
MAKALAH AL-WAKALAH
Diposkan oleh
channel dunia
di
01:58:00
Related : MAKALAH AL-WAKALAH
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment