/pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"> MAKALAH IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK

www.emaskuwinggo.blogspot.com

Monday 18 July 2016

MAKALAH IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Muamalah merupakan bagian dari rukun islam yang mengatur hubungan antara seseorang dan orang lain. Contoh hukum islam yang termasuk muamalah salah satunya adalah ijarah (sewa-menyewa dan upah).Seiring dengan perkembangan zaman, transaksi muamalah tidak terdapat miniatur dari ulama klasik, transaksi tersebut merupakan terobosan baru dalam dunia modern.Dalam hal ini kita harus cermat, apakah transaksi modern ini memiliki pertentangan tidak dengan kaidah fiqih? Jika tidak, maka transaksi dapat dikatakan mubah.Sebelum dijelaskan mengenai ijarah, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai makna operasional ijarah itu sendiri. Idris Ahmad dalam bukunya yang berjudul Fiqh Syafi’I, berpendapat bahwa ijarah berarti upah-mengupah, hal ini terlihat ketika beliau menerangkan rukun dan syarat upah-mengupah, mu’jir dan musta’jir, sedangkan Kamaluddin A. Marzuki sebagai penerjemah Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq menjelaskan makna ijarah dengan sewa-menyewa.
Kegiatan ijarah ini tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari baik dilingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar kita. Oleh sebab itu kita harus mengetahui apa pengertian dari ijarah yang sebenarnya, rukun dan syarat ijarah, dasar hukum ijarah, manfaat ijarah dan lain sebagainya mengenai ijarah. Karena begitu pentingnya masalah tersebut maka permasalahan ini akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank salah satunya sewa guna usaha (leasing), dimana kegiatan  pembiayaan ini berdasarkan prinsip syariah yang  menggunakan akad Ijarah dan Ijarah Muntahiyah Bittamlik.



BAB II
PEMBAHASAN

       I.            IJARAH
A.    Pengertian Ijarah
Al ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya al-‘iwadh, yang arti dalam bahasa Indonesia ialah ganti dan upah.
Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat mendefinisikan al ijarah, antara lain sebagai berikut:
1.      Menurut Hanafiyah  bahwa ijarah ialah:
عُقْدٌ يُفِيْدُ تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ مَعْلُوَمَةٍ مَقْصُوْدَةٍ مِنَ الْعَيْنِ الْمُسْتَأ جِرَةِ بِعَوْضٍ
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan”.

2.      Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:
تَسْمِيَةُ التَّعَاقُدِ عَلَى مَنْفَعَةِ الآدَمِىِّ وَ بَعْضِ المَنْقُوْلاَنِ
“Nama bagi akad-akadd untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan”.

3.      Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa ijarah ialah:
تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ بِعِوَضٍ بِشُرُوْطٍ
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat”.

4.      Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalan.

B.     Dasar Hukum Ijarah
Dasar-dasar hukum ijarah adalah Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’.
1.      Dasar hukum ijarah dalam Al-Qur’an adalah:
فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَأْتُوْ هُنَّ أُجُوْرَهُنَّ
“Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berilah upah mereka (Al-Thalaq: 6)”.

2.      Dasar Hukum ijarah dari Hadits/sunnah adalah:
أُعُطُوا اْلأَجِيْرَأَجْرَهُث قَبْلَ اَنْ يَّجِفَ عُرُقُهُ
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”  (Riwayat Ibnu Majah)

3.      Ijma ulama
Semua ahli fiqih sepakat akan kebolehan ijarah, dikarenakan kebutuhan manusia akankemanfaatan dari ijarah.

C.    Rukun dan Syarat Ijarah
Menurut Hanafiyah rukun ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari dua belah pihak yang bertransaksi. Adapun menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada empat yaitu:
1.      Dua orang yang berakad (akid) yaitu mu’jir (orang yang menyewakan atau orang yang memberi upah) dan musta’jir (orang yang menyewasesuatu atau menerima upah).
2.      Sighat
3.      Sewa atau imbalan
4.      Manfaat

Adapun syarat-syarat ijarah sebagai berikut:
1.      Dua orang yang berakad (akid). Menurut ulama Syafiiyah dan Hanabalah dua orang yang berakad disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal ijarahnya tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad tidak harus berakal dan baligh. Oleh karenanya, anak yang baru mumayiz pun boleh melakukan akad ijarah, hanya pengesahannya perlu persetujuan walinya.

2.      Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad ini, maka akad ijarah tidak sah.

3.      Sighat
Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal, cengan cara penawaran dari penilik asset (lembaga keuangan syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).

4.      Ujrah (upah)
Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu:
a.       Berupa harta tetap yang diketahui oleh kedua belah pihak.
b.      Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah, seperti menyewa rumah dengan menempati rumah tersebut.
Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat menjadi objek yang tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan penjelasan berapa lama manfaat itu ditangan penyewanya.

D.    Sifat dan Hukum Akad Ijarah
Mengenai sifat akad ijarah, para ulama fiqih berbeda pendapat dalam mensifati akad ijarah. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad. Sedangkan jumhur ualama berpendapat bahwa akad ijarah bersifat mengikat, kecuali terdapat cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan.
Sedangkan hukum akad ijarah, terdapat dua hukum yaitu:
1.      Hukum ijarah sahih
Yaitu tepatnya kepemilikan kemanfaatan bagi penyewa dan tepatnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan, sebab ijarah termasuk akad jual beli pertukaran hanya saja dalam bentuk kemanfatan.
2.      Hukum ijarah rusak
Menurut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad, bila kerusakan tersebut terjadi pada syarat. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak member tahukan jenis pekerjaan perjanjiannya harus diberikan semestinya.

E.     Macam-macam Akad Ijarah
Dalam hukum islam ada dua jenis ijarah, yaitu:
1.      Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu memperkerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
2.      Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau property yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset atau property tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijrah seperti ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional.

F.     Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh.
Ijarah akan mendai fasakh (batal) bila ada hal-hal sebagai berikut:
1.    Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
2.    Rusaknya barang yang disewakan.
3.    Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih).
4.    Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.
5.    Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salahg satu pihak seperti yang menyewa took untuk dagang, ke,mudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.

    II.            IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK

A.    Pengertian Ijarah Muntahia Bittamlik
1.      Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dan Peraturan Bank Indonesia akad ijarah muntahiya bittamlik" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
2.      Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat permindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.

B.     Rukun dan Syarat Ijarah Muntahia Bittamlik
Dalam semua pembiayan murabahab, termasuk pembiayaan KPR syariah, terdapat rukun ijarah muntahia bittamlik diantaranya:
1.      Adanya pihak yang berakad.
2.      Objek yang diakadkan.
3.      Akad/sighat

Dengan mengacu pada murobahah dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi KPR Syariah adalah sebagai berikut:
1.      Pihak bank harus memberitahukan biaya pembelian rumah kepada nasabah
2.      Kontrak transaksi harus sah dan terbebas dari riba.
3.      Objek transaksi jelas.
4.      Penjual harus menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan proses perolehan barang tersebut.

Selain itu juga, dalam pelaksanaan akad IMBT ada ketentuan ketentuan yang bersifat umum dan ketentuan bersifat khusus. Adapun ketentuan yang bersifat umum dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sebagai berikut:
1.      Rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam aqad IMBT,
2.      Perjanjian untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani,
3.      Hak dan kewajiban setiap pihak dijelaskan dalam aqad.

Sedangkan ketentuan yang bersifat khusus dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sebagai berikut:
1.      Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli (bai’) atau pemberian (hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
2.      Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’ad (janji) yang hukumnya tidak mengikat. Apabila wa’ad (janji) dilaksanakan, maka pada akhir masa ijarah (sewa) wajib dibuat akad pemindahan kepemilikan. Artinya dalam akad IMBT tidak bertentangan dengan prinsip syariah yaitu melarang 2 (dua) akad dalam satu perjanjian. Namun Ijarah Muntahiya Bittamlik memiliki perbedaan dengan leasing konvensional.

C.    Landasan Hukum Ijarah Muntahia Bittamlik
1. Bersumber Al-Quran
Sebagai suatu transaksi yang bersifat tolong menolong, ijarah mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Hadist. Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslimin di wilayah yang ditaklukkan. Langkah alternatif dari larangan ini adalah membudayakan tanah berdasarkan pembayaran Kharaj dan Jizyah. Landasan ijarah disebut secara terang dalam Al-Qur’an dan Hadist.Dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 233 Allah menjelaskan bahwa :

                                                                         
Artinya: dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.

Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak berdosa jika ingin mengupahkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat harus membayar upah terhadap pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan bahwa jika ingin anak-anak disusui oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak berdosa asalkan kita membayar upah. Jika dipahami lebih dalam ayat ini mengisyaratkan kebolehan untuk menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu pekerjaan yang kita butuhkan. Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak berdosa jika ingin mengupahkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat harus membayar upah terhadap pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan bahwa jika ingin anak-anak disusui oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak berdosa asalkan kita membayar upah. Jika dipahami lebih dalam ayat ini mengisyaratkan kebolehan untuk menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu pekerjaan yang kita butuhkan.

2. Bersumber Hadits
Dan Rasullullah SAW bersabda dalam sebuah riwayat :
إحتجمواعطالحجامااجرهه
Artinya : Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda : “berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”. (H.R. Bukhari dan Muslim.
Hadist diatas mengidentifikasi bahwa pada masa Rasulullah juga pernah terjadi transaksi ijarah, yaitu dengan cara Rasulullah memerintahkan kepada orang yang dibekam untuk memberikan upah kepada tukang bekam disebarkan dia telah menyelesaikan bekam.

Dalam riwayat lain Nabi juga bersabda :
إأعطواالأجيرأجرهقبل أن يجف عرقه
Artinya : Dari Ibnu Umar, bahwa Rasullah bersabda : “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering” (H.R Ibnu Majah).
Dalam hadit di atas menggunakan makna yaitu setiap penyewaan keahlian (jasa) seseorang harus dibayar upahnya secepatnya sebelum keringat pekerja tersebut kering, jangan sampai diundur-undurkan. Penekanan hadist ini sangat jelas bahwa jangan sekali-kali pembayaran upah itu dilakukan ketika seseorang itu telah menjadi lemah atau ketika orang tersebut sudah sakit, karena dengan upah tersebut penyewa bisa menggunakan upah tersebut untuk keperluaanya.
Pada prinsipnya terdapt kesepakatan di kalangan para sahabat bahwa dibolehkan melakukan aqad ijarah dalam kehidupan bermuamalah. Alasan ini mereka membolehkan aqad ini adalah karena sewa merupakan jual manfaat yang dibutuhkan, namun ketika kontrak yang dibuat terhadap manfaat ini tidak dapat diserah terimakan, inilah sebabnya ada ulama yang mengatakan aqad ini tidak boleh, karena tidak dapat diserah terimakan seperti pada aqad jual beli.
Dasarkan hukum ijarah muntahiya bittamlik menurut pendapat ualam masih terdapat perbedaan mengenai kebolehannya, sebagian yang kontroversi berlakunya transaksi ijarah di kalangan ulama madzhab yaitu tentang sewa yang diakhiri dengan pemilikan atau hibah bersyarat. Ulama madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Zaidiyah, dan Imamiyah membolehkan aqad ijarah muntahiya bittamlik ini, sedangkan ulama madzab Hambali, sebagian ulama madzhab Hanafi, dan madzhab Maliki, tidak membolehkannya.
Perbedaan pendapat ulama tersebut dikarenakan masing-masing mempunyai perbedaan pemahaman tentang kerelasi aqad ijarah dengan hibah, tetapi walaupun demikian eksistensi ijarah ini dapat dilakukan boleh, karena didasarkan pada salah satu pendapat ulama yang mengatakan boleh hukumnya.
Hibah ini bersifat mengikat terhadap masa akan datang. Hukumnya boleh menurut ketentuan Fiqh Islam. Demikian pula dalam jual beli yang bersifat mengikat dengan waktu. Misalnya, “jika anda telah menyelesaikan cicilan sewa pada masa tertentu, maka saya menjual barang ini kepada anda”. Praktek ini dibenarkan menurut Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim.
Selain itu menurut para ulama perpindahan kepemilikan secara otomatis seperti cara-cara diatas tidak perlu membuat kontrak baru. Hal ini dipertegas dengan fatwa DSN-MUI bahwa pihak yang melakukan ijarah muntahiya bittamlik harus melaksanakan aqad ijarah terlebih dahulu. Aqad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli maupun pemberian (hibah), hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Dari penjelasan dan dalil di atas dapat diketahui bahwa ijarah itu hukumnya boleh dan begitu juga dengan ijarah muntahiya bittamlik juga boleh, karena tidak ada dalil yang mengharamkannya.

3.   Menurut Konsep Fatwa MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000

4.  menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES)
Pasal berikut merupakan pasal yang tertera dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) mengenai Ijarah Muntahiya Bittamlik
Ijarah Muntahiya Bittamlik

                                                                        Pasal 278
Rukun dan syarat dalam ijarah dapat diterapkan dalam pelaksanaan Ijarah Muntahiya Bittamlik.

                                                                        Pasal 279
Dalam akad Ijarah Muntahiya Bittamlik suatu benda antara mu’jir/ pihak yang menyewakan dengan musta’jir pihak penyewa diakhiri dengan pembelian ma’jur/objek ijarah oleh musta’jir/pihak penyewa.

                                                                        Pasal 280
1)      Ijarah Muntahiya Bittamlik harus dinyatakan secara eksplisit dalam akad
2)      Akad pemindahan kepemilikan hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah Muntahiya Bittamlik berakhir.

                                                                        Pasal 281
            Musta’jir/ penyewa dalam akad ijarah muntahiya bittamlik dilarang menyewakan dan a     tau menjual ma’jur/benda yang disewa

                                                                        Pasal 282
Harga ijarah dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sudah termasuk dalam pembayaran benda secara angsuran

                                                                        Pasal 283
1)      Pihak mu’jir/yang menyewakan dapat melakukan penyelesaian akad ijarah muntahiya bittamlik bagi musta’jir/penyewa yang tidak mampu melunasi pembiayaan sesuai kurun waktu yang disepakati.
2)      Penyelesaian sebagaimana dalam ayat 1) dapat diselesaikan melalui perdamaian dan atau pengadilan.

                                                                         Pasal 284
Pengadilan dapat menetapkan untuk menjual objek ijarah muntahiya bittamlik yang tidak dapat dilunasi oleh penyewa dangan harga pasar untuk melunasi utang penyewa.

                                                                        Pasal 285
1)      Apabila harga jual objek ijarah muntahiya bittamlik melebihi sisa utang, maka pihak yang menyewakan harus mengembalikan sisanya kepada penyewa.
2)      Apabila harga jual objek ijarah muntahiya bittamlik lebih kecil dari sisa utang, maka sisa utang tetap wajib dibayar oleh penyewa.
3)      Apabila peminjam sebagaimana dalam ayat (2) tidak dapat melunasi sisa utangnya. Pengadilan dapat membebaskanya atas izin pihak yang menyewakanya.


BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalan.
para ulama berbeda pendapat mendefinisikan al ijarah, antara lain sebagai berikut:

1.      Menurut Hanafiyah  bahwa ijarah ialah:
عُقْدٌ يُفِيْدُ تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ مَعْلُوَمَةٍ مَقْصُوْدَةٍ مِنَ الْعَيْنِ الْمُسْتَأ جِرَةِ بِعَوْضٍ
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan”.

2.      Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:
تَسْمِيَةُ التَّعَاقُدِ عَلَى مَنْفَعَةِ الآدَمِىِّ وَ بَعْضِ المَنْقُوْلاَنِ
“Nama bagi akad-akadd untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan”.

3.      Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa ijarah ialah:
تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ بِعِوَضٍ بِشُرُوْطٍ
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat”.

4.      Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.

Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) merupakan akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang kepada pihak penyewa yaitu nasabah. Pemindahan kepemilikan bisa dilakukan dengan opsi jual beli atau dengan opsi hibah.

B.     Saran
Demikian makalah yang dapat kami sajikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Jika ada kesalahan atau kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon ma’af sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah ( KHES ), Fokus Media: Bandung, 2010

Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah, PT Refika Aditama : Bandung, 2011.

Djuwaini, Dimyauddin. 2010. Pengantar FIQH MUAMALAH. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, PT Rajagrafindo Persada : Jakarta , 2010.

Hasbi Ash Shiddieqi, Teungku Muhammad. 1997. Hukum-hukum Fiqih Islam.
          Yogyakarta : PT. Pustaka Rizki Putra.
Muhammad Syafi’I Antonio. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani:
Jakarta, 2001.







Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : MAKALAH IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK

0 komentar:

Post a Comment