BAB I
PENDAHULUAAN
A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama rahmatan lil alamin yang di dalamnya tidak hanya mengatur hubungan mannusia dengan Tuhannya saja tapi pada lingkungan sosial dan juga pada lingkungan alam sekitar .
Lingkungan yang berada di sekeliling kita baik berupa benda- benda hidup seperti binatang dan tumbuh- tumbuhan ataupun berupa benda- benda mati harus dijaga kelestariannya. Karena Apabila lingkungan yang berada di sekeliling kita tidak kita pelihara, maka kemungkinan akan membawa mudarat bagi kita, sebaliknya jika linkungan kita dipelihara , maka akan dapat memberikan kesejah teraan bagi kita .
Air yang diam ( tidak mengalir) menampung apa saja yang masuk ke dalamnya, baik kotoran ataupun najis. Apabila air tersebut di pakai oleh orang banyak, maka, buang air kecil di tempat tersebut, dapat dipastikan akan menyebabkan air tersebut menjadi kotor atau mengandung najis. Tentu saja apabila dipakai mandi, bukannya akan membersihkan badan melainkan akan menyebabkan najis dan mendatangkan penyakit. Oleh karena itu, sebaiknya sebelum buang air kecil dilihat dahulu apakah air tersebut banyak sehingga tidak akan berpengaruh terhadap air tersebut, ataukah sedikit sehingga akan menyebabkan air tersebut menjadi najis. Sebaiknya air tersebut dikhususkan untuk mandi saja, sedangkan untuk buang air kecil dapat dilakukan di tempat lain yang dikhususkan untuk itu.
Dengan demikian, kesehatan dan kebersihan sangat dipentingkan dalam Islam, dan kesucian dari najis merupakan salah satu syarat sahnya shalat, yang merupakan tiang agama. Selain itu, orang bersih pun akan disukai oleh siapa saja. Karena pada prinsipnya manusia menyukai hal-hal yang bersih dan indah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BUANG AIR KECIL / KENCING
Kencing atau bahasa halusnya buang air seni ini sudah bukan suatu hal yang asing lagi bagi umat manusia. Setiap manusia melakukan aktivitas ini untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh (mengeluarkan kotoran tubuh). Dalam melakukan aktivitas inipun kita dituntut melakukannya dengan benar dan sesuai aturan.
• Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ”anha, di mana beliau berkata,“Siapa yang bilang bahwa Rasulullah SAW kencing sambil berdiri, jangan dibenarkan. Beliau tidak pernah kencing sambil berdiri.”
• Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW tidak pernah kencing sambil berdiri semenjak diturunkan kepadanya Al-Quran.
Secara medis kencing berdiri adalah penyebab utama penyakit kencing batu pada semua penderita penyakit tersebut dan merupakan salah satu penyebab penyakit lemah syahwat bagi sebagian pria.
Secara agama, kebanyakan orang yang biasanya kencing berdiri kemudian mereka akan mendirikan shalat, ketika akan ruku’ atau sujud maka terasa ada sesuatu yang keluar dari kemaluannya, itulah sisa air kencing yang tidak habis terpencar ketika kencing sambil berdiri, apabila hal ini terjadi maka shalat yang dikerjakannya tidak sah karena air kencing adalah najis dan salah satu syarat sahnya shalat adalah suci dari hadats kecil maupun hadats besar.
Umumnya kita memandang ringan terhadap cara dan tempat buang air, mungkin karena pertimbangan waktu atau situasi dan kondisi yang mengharuskan (terpaksa) untuk kencing berdiri tanpa menyangka keburukannya dari sisi sunnah dan kesehatan. Orang dulu mempunyai budaya melarang anak kencing berdiri sehingga kita sering mendengar pepatah “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, karena memang terdapat efek negatif dari kencing berdiri.
Kebiasaan orang kencing berdiri akan mudah lemah bathin, karena sisa-sisa air dalam pundit-pundi yang tidak habis terpancar menjadikan kelenjar otot-otot dan urat halus sekitar zakar menjadi lembek dan kendur. Berbeda dengan buang air jongkok, dalam keadaan bertinggung tulang paha di kiri dan kanan merenggangkan himpitan buah zakar. Ini memudahkan air kencing mudah mengalir habis dan memudahkan untuk menekan pangkal buah zakar sambil berdehem-dehem. Dengan cara ini, air kencing akan keluar hingga habis, malahan dengan cara ini kekuatan sekitar otot zakar terpelihara.
Ketika buang air kencing berdiri ada rasa tidak puas, karena masih ada sisa air dalam kantong dan telur zakar di bawah batang zakar. Ia berkemungkinan besar menyebabkan kencing batu. Kenyataan membuktikan bahwa batu karang yang berada dalam ginjal atau kantong seni dan telur zakar adalah disebabkan oleh sisa-sisa air kencing yang tak habis terpencar. Endapan demi endapan akhirnya mengkristal/mengeras seperti batu karang.
Jika anda biasa meneliti sisa air kencing yang tak dibersihkan dalam kamar mandi, anda bayangkan betapa keras kerak-keraknya. Bagaimana jika itu ada di kantong kemaluan Anda?? Hal ini juga merupakan salah satu yang menyebabkan penyakit lemah syahwat pada pria selain dari penyebab kencing batu.
• Sesungguhnya banyak siksa kubur dikarenakan kencing maka bersihkanlah dirimu dari (percikan dan bekas) kencing. (HR. Al Bazzaar dan Ath-Thahawi)
• Hadis riwayat Ibnu Abbas ra., ia berkata: Rasulullah saw. pernah melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda: Ingat, sesungguhnya dua mayit ini sedang disiksa, namun bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena ia dahulu suka mengadu domba, sedang yang lainnya disiksa karena tidak membersihkan dirinya dari air kencingnya. Kemudian beliau meminta pelepah daun kurma dan dipotongnya menjadi dua. Setelah itu beliau menancapkan salah satunya pada sebuah kuburan dan yang satunya lagi pada kuburan yang lain seraya bersabda: Semoga pelepah itu dapat meringankan siksanya, selama belum kering. (Shahih Muslim No.439)
Kemudian hikmahnya adalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam melarang kencing berdiri. Dan bagi muslim yang shalat, kadang setelah keluar dari WC dan mau shalat, ketika ruku’ dalam shalat kita merasa ada sesuatu yang keluar dari kemaluan, itu adalah sisa air kencing yang tidak habis terpencar akibat dari kencing berdiri yang tidak tuntas keluar, hal ini menyebabkan shalat tidak sah karena salah satu sarat sahnya shalat adalah bersih dan suci dari najis baik hadats kecil maupun hadats besar, dan air kencing merupakan najis.
Sehingga Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam sering mengingatkan dalam sabdanya: “Hati-hatilah dalam masalah kencing karena kebanyakan siksa kubur dikarenakan tidak berhati-hati dalam kencing”.
B. DALIL TENTANG LARANGAN BUANG AIR DI AIR TENANG
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ مِنْهُ
“Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang diam kemudian ia mandi darinya” (HR. Bukhari no. 239 dan Muslim no. 282).
Dalam riwayat Bukhari disebutkan,
لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ الَّذِى لاَ يَجْرِى ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ فِيهِ
“Janganlah salah seorang dari kalian kencing di air yang diam yaitu air yang tidak mengalir kemudian ia mandi di dalamnya.”
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
لاَ يَغْتَسِلُ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ وَهُوَ جُنُبٌ
“Jangan salah seorang dari kalian mandi di air yang tergenang dalam keadaan junub” (HR. Muslim no. 283).
Kalimat di atas menunjukkan larangan. Dan yang dimaksud dengan air yang diam adalah air yang tidak mengalir sebagaimana ditafsirkan dalam lafazh Bukhari.
Dalam hadits di atas terdapat larangan mandi di air tergenang setelah kencing di situ. Namun dalam riwayat Muslim yang lain terdapat larangan dari kencing saja, yaitu dari hadits Jabir bin ‘Abdillah.
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ.
“Dari Jabir, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau melarang kencing di air yang tergenang” (HR. Muslim no. 281).
Makna Hadits
Nabi Shalallahu'alaihu Wa Sallam melarang kencing di air yang tenang yang tidak mengalir, maka mereka tidak boleh mengotori dan merusaknya karena kencing adalah sumber kotoran dan sebab tersebarnya penyakit yang berbahaya.
Sebagaimana larangan mandi dengan memasukkan badan selurunya atau sebagiannya kedalam air yang tidak mengalir, walaupun tidak sampai merusak dan mengotorinya, tetapi yang dibolehkan menggunakannya untuk kehidupan sehari-hari, dan apabila mandinya itu mandi junub maka ini lebih tidak boleh.
Jika air itu mengalir, maka tidak mengapa mandi dengan memasukkan badan dan kecing didalamnya, dan paling baik untuk membersihkan kecing, karena hal itu tidak memberikan pengaruh dan tidak ada kekawatiran terkotori dan mendatangkan bahaya.
Perbedaan Pandangan Ulama
Para ulama berbeda pendapat, apakah larangan itu menunjukkan keharaman atau kemakruhan (dibenci)?
Madzhab Maliki berpendapat bahwasanya ini makruh.
Madzhab Hanabilah dan Dzahiriyah berpendapat bahwasanya ini haram.
Pendapat sebagian ulama bahwasanya ini haram jika airnya sedikit dan makruh jika airnya banyak.
Dan secara dzahir larangan menunjukkan keharaman baik sedikit maupun banyak, akan tetapi dalam hal ini dikecualikan air mustabhirah (air yang berada pada tempat yang luas, lebar, dalam dan panjang) sesuai kesepakatan. Dan mereka juga berselisih mengenai air yang dikencingi padanya: apakah ia tetap dalam kesucian ataukah najis?
Jika ia berubah disebabkan adanya najis, maka telah ijma' (sepakat) para ulama atas kenajisannya, baik sedikit atau banyak.
Jika ia tidak berubah disebabkan adanya najis, apabila banyak maka telah ijma' (sepakat) juga para ulama atas kesuciannya. Dan apabila sedikit dan tidak mengalami perubahan disebabkan adanya najis, maka pendapat Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Al Hasan Al Bashri, Ibnu Al Musib, At Tsauri, Dawud, Malik dan Al Bukhori tidak najis (suci), dan Al Bukhori menyebutkan beberapa hadits yang membantah atas siapa yang mengatakan bahwasanya ia najis. Dan pendapat Ibnu Umar, Mujahid, Al Hanfiyah, As Syafi'iyah dan Al Hanabilah bahwasanya ia najis disebabkan bercampurnya dengan sesuatu yang najis walaupun tidak berubah selama ia sedikit, mereka mengambil dalil diantaranya hadits diatas dan semuanya dimungkinkan untuk dibantah.
Dan pendapat pertama mengambil dalil dengan dalil-dalil yang banyak, diantaranya apa yang diriwayatkan Abu Dawud dan At Tirmidzi dan ia menghasankannya:
“{Air itu suci dan tidak ada sesuatu yang menajiskannya}”
Dan mereka menjawab mengenai hadits diatas bahwanya larangan tersebut karena dapat mengotori sumber air bukan karena najisnya.
Dan yang benar adalah pendapat yang pertama, bahwasanya totak ukur kenajisan terletak atas adanya perubahan ketika bercampur dengan sesuatu yang najis, baik airnya sedikit atupun banyak, dan ini pendapat yang dipilih Syikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah-, dan dari ini kita juga mengetahui bahwa yang rajih (yang benar) yaitu sucinya air yang digunakan untuk mandi (mandi dengan cara masuk kedalam air) dari najis, dan jika sedikit terjadi perselisihan adapun yang masyhur dari madzhab As Syafi'i bahwasanya mandi dapat menghilangkan sifat kesucian selama airnya sedikit.
Faidah Yang Dapat Diambil Dari Hadits Ini
1. Larangan dari kencing di air yang tidak mengalir dan haramnya hal tersebut, dan lebih haram lagi buang air besar baik airnya sedikit atau banyak, tidak untuk air mustabhirah dimana airnya tidak najis walaupun bercampurnya dengan sesuatu yang najis, karena air bermanfaat untuk memenuhi banyak kebutuhan selain untuk bersuci dari Hadats.
2. Larangan mandi dengan memasukkan badannya kedalam air di air yang tenang terutama mandi junub walaupun tidak kencing didalamnya, sebagaimana dalam riwayat muslim. Dan yang disyariatkan supaya mengunakannya untuk kebutuhan sehari-hari.
3. Dibolehkan mandi dengan memasukkan badannya kedalam air di air yang mengalir, dan yang paling baik menjauhi hal itu.
4. Larangan dari setiap sesuatu yang sifatnya mengotori dan menganggu.
C. ADAP BUANG AIR KECIL
Maka ada baiknya kita belajar adab-adab dan sunnah-sunnah di kamar mandi (WC) berikut agar kita banyak mendapatkan manfaat baik di dunia (kesehatan) maupun di akhirat (agama) yang telah diajarkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasalam.
1. Buang air jongkok (tidak berdiri jika tidak terpaksa/darurat). Agar kotoran bisa keluar tuntas sehingga tidak menjadi penyebab kencing batu maupun lemah syahwat.
2. Menggunakan alas kaki. Menurut penelitian di Amerika di dalam kamar mandi/WC ada sejenis virus dengan type Americanus yang masuk lewat telapak kaki orang yang ada di WC tersebut. Dengan proses waktu yang panjang virus tersebut naik ke atas tubuh dan ke kepala merusak jaringan otak yang menyebabkna otak lemah tak mampu lagi mengingat, blank semua memori otak sehingga pikun. Sandal hendaknya diletakkan di luar WC, jangan di dalam WC, karena semakin kotor, lembab dan tak mengenai sasaran kebesihan.
3. Masuk kamar mandi/WC dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan. Inilah sunnah yang diperintahkan oleh Nabi, dan juga disunnahkan untuk membaca doa sebelum masuk kamar mandi (doa dibaca di luar kamar mandi) dan setelah keluar dari kamar mandi. Berbeda jika kita masuk masjid dan rumah, masuk masjid atau rumah dengan kaki kanan dan keluar dengan kaki kiri.
4. Beristinja’ dengan air dan dengan tangan kiri.
5. Beristinja’ (bersuci dan membersihkan kotoran) dengan air, bukan dengan tissue atau lainnya kecuali jika tidak ditemukan air ketika dihutan, padang pasir dsb. Boleh gunakan tissue tapi harus dibilas lagi dengan air setelahnya. Syarat kebersihan dan kesucian dari najis menurut syariat adalah hilang warna, hilang bau, dan hilang rasa dari najis tersebut. Beristinja’ juga disunnahkan dengan tangan kiri, inilah pembagian tugas dari tangan, bagaimana tangan kiri untuk urusan ‘belakang’ sedangkan untuk makan & minum disunnahkan dengan tangan kanan, jangan dicampuradukkaan, tangan yang untuk urusan belakang itu juga untuk makan. Dan Nabi melarang makan & minum dengan tangan kiri.
6. Jangan merancang/merencanakan sesuatu di WC. Nabi sangat melarang merencanakan atau membuat suatu rencana/ide/inspirasi di dalam WC, karena WC adalah markaznya syetan sebagaimana doa kita ketika hendak masuk WC: “Allahumma inni a’udzubika minal khubutsi wal khabaits”, Yaa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari godaan syetan laki-laki maupun perempuan”. Karena dikhawatirkan rencana/ide/inspirasi yang didapat berasal dari bisikan syetan yang kelihatannya baik tapi setelah dijalankan ternyata banyak mudharat/keburukannya. Begitu juga setelah keluar WC, baca istighfar dan doa keluar WC. Secara adab dan budaya pun sangat tidak baik, masa sambil buang kotoran mencari ide/inspirasi atau merencanakan sesuatu yang baik apalagi sesuatu itu menyangkut hajat hidup orang banyak. Disunnahkan juga untuk menyegerakan keluar WC apabila hajat sudah selesai, bukan malah bernyanyi-nyanyi apalagi sambil baca buku atau Koran.
7. Ketika buang air dilarang menghadap atau membelakangi qiblat, apabila lubang WC menghadap qiblat hendaknnya ketika buang air badan agak diserongkan sedikit.
Apabila sunnah diamalkan walaupun dalam kamar mandi maka kita ini juga namanya ibadah. Betapa sayangnya setiap hari kita ke kamar mandi beberapa kali tapi tidak mendapatkan pahala ibadah dengan menghidupkan sunnah. Padahal salah satu maksud dan tujuan manusia diciptakan adalah untuk ibadah.
D. CARA MEMBERSIHKAN KENCING
Adapun alat-alat yang dipergunakan dalam bersuci terdiri dari dua macam, yaitu air dan bukan air (debu dan benda-benda kesat yang lain seperti : batu,kayu,kertas dan lain-lain).
1. Macam-macam air
a. Air hujan e. Air salju
b. Air sungai f. Air embun
c. Air laut g. Air mata air
d. Air sumur
2. Pembagian Air
a. Air Muthlaq, yaitu air yang masih asli belum tercampur dengan sesuatu benda lain dan tidak terkena najis.Air ini suci dan dapat mensucikan.
b. Air Makruh/Air Musyammas, yaitu air yang dipanaskan terik matahari dalam tempat logam yang berkarat.Air ini suci dan mensucikan, tetapi makruh dipakai karena dikhawatirkan menimbulkan suatu penyakit.
c. Air Musta’mal, yaitu air suci tetapi tidak dapat mensucikan.Ada tiga macam yang masuk jenis ini, yaitu :
1) Air suci yang dicampur dengan benda suci lainnya sehingga air itu berubah salah satu sifatnya(warna, rasa atau baunya).
2) Air suci yang sedikit yang kurang dari 2 kullah yang sudah dipakai bersuci walaupun tidak berubah sifatnya atau air yang cukup 2 kullah yang sudah digunakan bersuci dan telah berubah sifatnya.
3) Air buah-buahan atau air yang ada di dalam pohon.
d. Air Mutanajjis, yaitu air bernajis yang tidak dapat digunakan untuk bersuci.
Air yang bernajis itu ada dua macam, yaitu:
1) Air sedikit (kurang dari dua kulah) kemudian terkena najis.
2) Air banyak kemudian terkena najis dan berubah salah satu sifatnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kencing atau bahasa halusnya buang air seni ini sudah bukan suatu hal yang asing lagi bagi umat manusia. Setiap manusia melakukan aktivitas ini untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh (mengeluarkan kotoran tubuh). Dalam melakukan aktivitas inipun kita dituntut melakukannya dengan benar dan sesuai aturan.
• Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ”anha, di mana beliau berkata,“Siapa yang bilang bahwa Rasulullah SAW kencing sambil berdiri, jangan dibenarkan. Beliau tidak pernah kencing sambil berdiri.”
• Dari Aisyah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW tidak pernah kencing sambil berdiri semenjak diturunkan kepadanya Al-Quran.
Dan secara dzahir larangan menunjukkan keharaman baik sedikit maupun banyak, akan tetapi dalam hal ini dikecualikan air mustabhirah (air yang berada pada tempat yang luas, lebar, dalam dan panjang) sesuai kesepakatan para kebanyakan Ulama. Jika ia berubah disebabkan adanya najis, maka telah ijma' (sepakat) para ulama atas kenajisannya, baik sedikit atau banyak.
Jika ia tidak berubah disebabkan adanya najis, apabila banyak maka telah ijma' (sepakat) juga para ulama atas kesuciannya.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sajikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan untuk penyempurnaan penyusunan makalah selanjutnya. Jika ada kesalahan atau kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon ma’af sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar Muhammad, Subulus Salam, (Srabaya,:Al Ikhlas,),
Rachmat Syafei, Al-Hadits, (Bandung:Pustaka setia,2000),
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Ringkasan Targhib wa Tarhib, (Jakarta:Pustaka Azzam,2006),
Friday, 30 September 2016
MAKALAH TENTANG KENCING DI AIR YANG TENANG
Diposkan oleh
channel dunia
di
09:51:00
Tags :
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment