السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وبركاته
ُبِســـمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
Dari seorang sahabat : Dahulu, Masjid Nabawi di Madinah dibangun dengan sederhana. Langit-langitnya tanpa atap. Berdinding batu-batuan sebagai batas. Lantainya hamparan tanah dan pasir yang kalau siang hari akan terasa panas di kening kala sujud. Di antara tempat shalat Nabi, terdapat pohon kurma. Pohon kurma ini sering disandari oleh Nabi. Ketika pidato biasanya bersandar pada pohon kurma.
Setiap kali berpidato, Nabi Muhammad SAW kadang memegang pohon kurma yang berada di dekatnya. Kadang disandari.
Karena banyak orang Islam yang datang dan setiap kali pidato Nabi tidak terlihat karena posisi duduk yang sejajar. Dari depan bisa terlihat. Sedangkan yang duduk di belakang tidak terlihat. Tentunya setiap orang ingin melihat dan menatap Nabi kala berpidato. Karena itu, muncul saran dari sahabat untuk dibuat mimbar yang agak tinggi sehingga orang-orang bisa melihat Nabi.
"Ya Rasulullah, bagaimana jika kami membuat sebuah mimbar untukmu?”
"Silakan,” jawab Nabi Muhammad SAW menyetujui. Lalu, dibuat sebuah mimbar dengan tiga tingkatan. Inilah mimbar pertama dalam sejarah Islam.
Mimbar pun selesai. Nabi diminta untuk menggunakan mimbar tersebut. Nabi berjalan menuju mimbar dan menaikinya dengan tenang. Ketika menduduki mimbar dan ketika akan memulai pembicaraan, terdengar rintihan tangis yang memilukan.
Seiring dengan tangisan itu debu pada dinding berhamburan. Terasa ada getaran yang menggoyang tanah tempat duduk. Para sahabat kaget dengan tangisan yang tidak diketahui asal muasalnya.
Dari mimbar, Baginda Nabi Muhammad SAW turun menuju sebatang pohon kurma. Nabi mendekat, menyentuh, dan mendekapnya hingga suara ratapan tangis hilang. Nabi tampak berbicara dengan batang pohon kurma. Kemudian meninggalkannya.
Orang-orang yang hadir menatap Nabi menanti penjelasan. Sambil memegang pohon, Nabi berkata: "Pohon ini menangis karena rindu kepadaku yang biasa menyandarinya," kata Nabi SAW.
Nabi menyampaikan kepada orang-orang bahwa pohon kurma itu diberi pilihan: tumbuh abadi di masjid Nabawi hingga kiamat atau tumbuh di taman surga? Pohon kurma memilih yang terakhir.
Pohon kurma yang menangis itu mencintai Rasulullah SAW. Pohon kurma menangis karena rindu sentuhan lembut Nabi. Menangis karena dipisahkan beberapa meter saja dengan Nabi. Pohon kurma merasa kehilangan sehingga menangis penuh rindu kepada Nabi.
Lantas, bagaimana dengan orang-orang Islam yang mengaku umat Nabi: pernahkah menangisi kepergian Nabi? Pernahkah menyiapkan momen khusus untuk Nabi dan gembira kala menyambut kelahirannya? Pernahkah sedih hingga merintih kala tiba pada hari wafat Rasulullah SAW ?
Saya termasuk yang belum melakukan. Belum membuktikan kecintaan saya kepada Nabi. Baru sebatas pengakuan dari ucapan. Saya malu dan mungkin sedih kalau Nabi di akhirat tidak mengakui saya sebagai orang yang cinta kepada Nabi? Pasti ini musibah paling besar. Ya Rasulullah, jangan biarkan syafaatmu lepas dari umatmu. Ya Rasulullah... berkahi umatmu dengan kasih sayangmu.
وَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُ
0 komentar:
Post a Comment